Apakah para pembaca sekalian saat ini dalam keadaan sehat dan bugar?
Atau apakah istri/suami, anak, sanak kerabat, tetangga, sahabat dan
relasi Anda semua ada yang jatuh sakit? Sudahkah saudara dan saudariku
semua menengok ke ruang bangsal di rumah sakit? Berapa jumlah mereka
yang terbaring di sana? Lalu, apakah pelajaran yang bisa dipetik dari
kisah mereka yang tidak dalam kondisi sehat?
Alhamdulillah, kata itulah yang mestinya senantiasa meluncur dari
lisan kita atas berbagai kenikmatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
anugerahkan kepada kita, diantaranya adalah sehat jiwa dan raga kita.
Dengan badan yang sehat, tentu aktivitas ibadah dan keseharian kita akan
berjalan baik dan lancar. Sehingga wajar apabila dalam suatu kesempatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Ada dua kenikmatan yang sering lalai untuk disyukuri oleh kebanyakan manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412)
Saudara dan saudariku, waktu ternyata begitu cepat berlalu. Tanpa
terasa, bulan suci Ramadhan hampir menyapa kita, karena kedatangannya
yang sudah hampir di pelupuk mata. Bulan agung yang senantiasa ditunggu
dan dinantikan oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia. Mengapa?
Karena pada bulan ini adalah bulan yang Allah muliakan di antara
bulan-bulan yang lainnya. Banyak keutamaan pada bulan ini, diantaranya
adalah dilipatgandakannya pahala amal ibadah dan diampuninya dosa-dosa.
Tentu kita tidak ingin melewatinya dengan sia-sia atau berlalu begitu
saja. Bahkan kita tidak ingin niatan amal soleh di bulan Ramadhan ini
terhalang oleh sesuatu, terutama sakit. Demikianlah harapan kita, namun
apa yang hendak dikata jika qadarullah (karena takdir Allah) kita
mengidap atau terserang suatu penyakit, atau karena sebab lain yang
menghambat ibadah puasa kita, maka janganlah kita berkecil hati.
Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai puasa dalam kondisi
khusus, seperti pada ibu hamil, menyusui, lansia (lanjut usia), anak
kecil, dan orang dengan penyakit tertentu. Selain itu, akan disampaikan
beberapa tips seputar kesehatan supaya kita senantiasa sehat dan
berstamina saat puasa. Tak ketinggalan, juga akan disinggung mengenai
berbagai macam gangguan kesehatan yang kelihatannya sepele tapi bisa
mengganggu kelancaran berpuasa, dan tentu saja disertai dengan cara
mengatasinya.
Puasa dalam Kondisi Khusus
1. Jika ibu hamil atau menyusui ingin berpuasa
Meskipun ada keringanan untuk tidak berpuasa, ada kalanya seorang
wanita hamil atau menyusui ingin berpuasa. Mengingat kondisi tiap wanita
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka tidak heran jika ada
yang terpaksa tidak sanggup berpuasa, namun ada pula yang sanggup
berpuasa hingga satu bulan penuh.
Ada beberapa yang perlu diperhatikan bagi ibu hamil atau menyusui yang ingin berpuasa:
Konsultasikan dengan dokter mengenai kemungkinan berpuasa dalam
kondisi hamil atau menyusui. Seorang dokter akan memberikan nasihat
sesuai dengan kondisi masing-masing ibu. Adakalanya tidak diperbolehkan
karena kondisi ibu yang memang tidak memungkinkan, ada yang
diperbolehkan tapi tentu saja dengan beberapa catatan.
Mantapkan tekad terlebih dahulu, karena keyakinan akan sanggup
berpuasa bisa menghilangkan was-was atau kekhawatiran akan kondisi ibu
maupun anak. Mitos makan untuk dua orang (ibu dan anak) ketika hamil
atau menyusui tidak sepenuhnya benar. Memang kebutuhan kalori dan zat
gizi lainnya akan meningkat ketika hamil atau menyusui, namun bukan
berarti dilipatgandakan menjadi dua kalinya. Pada dasarnya tidak ada
efek buruk secara langsung bagi janin yang dikandung atau bayi yang
disusui, dengan catatan selama seorang ibu tetap dapat memenuhi
kebutuhan gizi sehari-hari.
Kebutuhan tambahan kalori wanita hamil lebih kurang 285 kalori, yaitu
wanita dengan kerja ringan 1900 kalori/hari, kerja sedang 2100
kalori/hari, dan kerja berat 2400 kalori/hari. Kecukupan gizi seimbang
kira-kira 40 kalori/kgBB dengan komposisi protein 20-25%, lemak 10-25%,
dan karbohidrat 50-60%. Sedangkan bagi ibu yang menyusui, pada 6 bulan
pertama masa menyusui saat bayi hanya mendapat ASI (eksklusif), ibu
perlu tambahan nutrisi 700 kalori/hari, 6 bulan selanjutnya 500 kalori,
dan tahun kedua 400 kalori.
Pada dasarnya, berpuasa bisa dikatakan
hanya menggeser waktu makan,
sehingga ibu hamil atau menyusui tidak perlu khawatir dirinya akan
makan lebih sedikit dari biasanya. Cara memenuhi kebutuhan kalori pada
saat sedang hamil atau menyusui tapi tetap ingin berpuasa, salah satunya
adalah dengan
makan lagi setelah sholat tarawih. Tentu
saja, makanan yang disantap tidak harus makanan berat, tapi bisa juga
camilan padat gizi yang menyehatkan atau kudapan berbahan sayur dan buah
(misalnya salad). Dengan begitu, seorang ibu hamil atau menyusui tetap
makan 3 kali dalam sehari.
Bagi ibu menyusi, dalam menu sahur dan berbuka hendaknya ditambah
makanan yang merangsang produksi ASI seperti daun katuk dan daun pepaya,
serta diusahakan banyak minum air hangat. Biasanya, pola menyusui akan
berubah. ASI pada siang hari lebih sedikit dibandingkan malam hari.
Usahakan menyusui setelah sahur lebih lama dan segera susui bayi setelah berbuka.
Tetap konsumsi suplemen khusus bagi ibu hamil atau menyusui (zat besi, kalsium, asam folat, dan lain-lain).
Jangan memaksakan diri dan usahakan untuk mengukur kemampuan diri
sendiri. Jangan sampai hanya karena ingin seperti ibu lain yang sanggup
berpuasa ketika hamil atau menyusui, kemudian memaksakan diri untuk
tetap berpuasa. Jika tubuh terasa lemas, pusing, atau berkunang-kunang,
segera saja batalkan puasa.
Jangan lupa untuk berdo’a meminta kemudahan kepada Allah dalam
menjalankan ibadah puasa, karena hanya Allah Ta’ala yang mampu
menguatkan kita sehingga mampu berpuasa meskipun dalam kondisi lemah
karena sedang hamil atau menyusui. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam mencontohkan kepada kita untuk berdoa:
اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً. رواه ابن حبان
“Ya Allah tiada kemudahan melainkan sesuatu yang Engkau jadikan
mudah, dan Engkau menjadikan kesusahan, bila Engkau kehendaki bisa
menjadi mudah.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya no. 2427
(Mawaarid), Ibnus Sunni no. 351. Al-Hafizh berkata: Hadits di atas
sahih, dan dinyatakan shahih pula oleh Abdul Qadir Al-Arnauth dalam
Takhrij Al-Adzkar oleh Imam An-Nawawi, lihat Hisnul Muslim-red)
2. Jika orang tua berusia lanjut/lansia ingin berpuasa
Para lansia cenderung memiliki keinginan berpuasa yang lebih tinggi
walaupun kondisi fisik mereka sudah mulai menurun. Bahkan, para lansia
memiliki kecenderungan berlomba-lomba memperbanyak ibadah, mengingat
usia yang sudah tidak muda lagi.
Pada dasarnya, tidak ada larangan bagi lansia untuk berpuasa. Tentu
saja dengan catatan kondisi fisiknya masih kuat (tidak lemah) dan tidak
sedang sakit berat. Bahkan, berdasarkan banyak pengalaman dari lansia
yang berpuasa, justru merasakan banyak manfaat yang diperoleh seperti
terkontrolnya kadar gula darah, tekanan darah, kadar kolesterol, dan
lain-lain. Meskipun demikian, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas
untuk mengharap wajah Allah. Sedangkan nikmat kesehatan, itu hanyalah
efek samping dari melakukan puasa dan bukan tujuan utama yang
dicari-cari.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh lansia yang ingin berpuasa :
- Pastikan bahwa kondisi fisik masih kuat dan mampu untuk melaksanakan
puasa. Dalam hal ini bisa dipastikan dengan memeriksakan diri ke
dokter. Selain memeriksa fisik, biasanya seorang dokter juga akan
meminta dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah, urin) untuk
mengetahui beberapa penanda yang mengarah pada penyakit atau kelainan
tertentu, seperti kadar gula, kolesterol, asam urat, dan lain-lain.
Selanjutnya banyak berkonsultasi dan minta nasehat terkait dengan
kondisi kesehatan tubuh jika nantinya melakukan puasa.
- Hendaknya lansia yang ingin berpuasa tidak sedang mengalami penyakit komplikasi dan penyakit infeksi yang berat.
- Terapkan pola makan sehat dan jangan hanya mengandalkan suplemen.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa menu makanan yang sehat jika
dikombinasikan dengan aktivitas fisik dan mental yang teratur, dapat
membantu hidup menjadi lebih sehat dan berkualitas. Disamping
mengonsumsi makanan bergizi seimbang, perhatikan pula besarnya porsi
sajian. Satu hal yang perlu digaris bawahi, hendaknya memilih aneka
ragam makanan padat gizi, karena kita tidak dapat menggantikan makanan
bergizi seimbang dengan suplemen apapun. Ada beberapa hal penting
seputar makanan yang harus diperhatikan oleh para lansia, antara lain :
banyak mengonsumsi makanan berserat, minum banyak cairan, kurangi lemak
dan kolesterol, batasi garam, dan jauhi minuman keras.
- Tetap berolahraga dan aktif secara fisik. Sesuaikan dengan kemampuan
fisik, mengingat dari segi usia yang sudah tidak muda lagi.
Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai olah raga, karena termasuk
kategori aktivitas berat.
3. Jika anak kecil (yang belum baligh) ingin berpuasa
Tidak jarang, anak-anak yang belum baligh sudah mengutarakan
keinginannya untuk ikut berpuasa. Sebagai orangtua, tentu hal ini sangat
menggembirakan sekaligus membanggakan. Setiap orangtua tentu
menginginkan anaknya menjadi anak yang sholih dan sholihah. Karena
alasan itulah, banyak orangtua yang berniat mendidik anak untuk mengenal
dan melakukan ibadah sedini mungkin. Hal ini tentu sangat baik, karena
semakin dini seorang anak dikenalkan dengan ibadah, maka diharapkan akan
menjadi kebiasaan dan terpatri di dalam jiwa anak mengenai pentingnya
ibadah tersebut.
Ada begitu banyak manfaat puasa bagi kesehatan anak, diantaranya
adalah pola atau jadwal makan menjadi lebih teratur sehingga berdampak
positif bagi kesehatan lambung anak. Selain itu, dengan berpuasa, anak
tidak lagi makan berlebihan sehingga kemngkinan anak mengalami obesitas
(kegemukan) dapat dikurangi. Jajanan yang tidak sehat juga dapat
dikurangi selama bulan puasa, karena otomatis anak tidak jajan
sembarangan ketika siang hari. Hal ini, tentu akan mengurangi
kemungkinan munculnya berbagai penyakit seperti diare dan demam typhoid (
typhus) akibat memakan jajanan yang kurang bersih.
Selain manfaat yang dirasakan oleh tubuh, puasa juga bisa melatih
kecerdasan emosional anak. Apalagi, anak-anak masih sangat tinggi kadar
ego/keakuannya. Dengan berpuasa, anak-anak dilatih untuk menahan diri
dari makan dan minum, padahal di luar bulan ramadhan, mereka bisa makan
kapan saja. Jangan lupa untuk mengajarkan pada anak mengenai pentingnya
menahan lisan dari berkata-kata yang tidak baik dan menahan diri dari
amarah ketika ada hal-hal yang tidak disukai.
Namun, tidak sedikit pula orangtua yang justru menjadi khawatir
dengan kesehatan anak jika mereka ikut berpuasa. Lalu, pada umur
berapakah idealnya seorang anak mulai belajar puasa? Meski belum banyak
dilakukan penelitian, sejauh ini belum pernah diketahui ada anak yang
mengalami sakit atau gangguan kesehatan yang berat akibat berpuasa.
Sebaiknya, ada tahap waktu yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan
fisik serta mental anak.
Mulai usia 3 tahun, orangtua bisa memperkenalkan “
suasana”
puasa di bulan ramadhan. Ajak mereka untuk bangun sahur, makan bersama
orang yang berbuka puasa, sholat tarawih, dan sebagainya. Tentu saja
dengan catatan tidak ada paksaan atau ancaman.
Puasa setengah hari bisa diperkenalkan pada anak usia 5 tahun. Tentu
saja, orang tua tetap harus memberikan pengertian pada anak bahwa ibadah
puasa yang mereka lakukan masih bersifat “
latihan” dan bukanlah ibadah puasa yang sesungguhnya.
Di atas usia 6 tahun, kita bisa memperkenalkan puasa penuh namun
tetap kita berikan kelonggaran jika sewaktu-waktu anak merasa tidak kuat
sehingga ingin berbuka. Usia memang bukan satu-satunya patokan,
mengingat kemampuan puasa juga sangat dipengaruhi oleh niat dan tekad
masing-masing anak. Anak yang berusia lebih muda terkadang justru lebih
kuat berpuasa dibanding anak yang berusia jauh di atasnya. Tentu saja
hal ini disebabkan oleh tekad baja si anak dalam menjalankan ibadah
puasa.
Agar puasa anak berjalan lancar, orang tua bisa mempraktekkan kiat-kiat praktis berikut ini :
Ajak anak untuk sahur, karena sahur sangat penting untuk ketahanan anak
dalam menjalankan puasa. Bangunkan dengan hati-hati dan terus motivasi
anak untuk mau bangun sahur. Jangan menggunakan paksaan atau ancaman,
karena hal tersebut sangat tidak baik untuk kondisi mental dan kejiwaan
anak. Berikan makanan yang tinggi kalori dan protein pada anak ketika
sahur, supaya anak mempunyai cadangan energi yang cukup untuk
beraktivitas selama berpuasa. Cukupi kebutuhan cairan anak supaya tidak
terjadi dehidrasi (kekurangan cairan). Usahakan tercukupi 6-8 gelas
cairan. Cairan yang dimaksud tidak hanya air putih, tapi termasuk juga
susu, jus buah, kuah sayur, dan lain-lain.
Setelah selesai sahur, ajak anak untuk sholat subuh berjama’ah.
Selain mengajarkan pentingnya sholat berjama’ah, kebiasaan ini juga bisa
mengusir rasa kantuk pada anak. Usahakan supaya anak tidak langsung
tidur kembali dengan perut penuh setelah makan sahur.
Setelah sholat subuh, ajak anak untuk melakukan aktivitas yang tidak
terlalu menguras tenaganya, seperti membaca Al-Qur’an, membacakan buku
cerita untuk mereka, atau mengulang hafalan do’a sehari-hari. Hindarkan
anak-anak dari aktivitas yang menguras tenaga, seperti bermain
kejar-kejaran misalnya. Boleh juga mengajak mereka kembali tidur kalau
masih ada waktu sebelum berangkat sekolah, tapi tentu saja jangan
berlebihan, karena justru membuat badan menjadi lemas.
Perhatikan jadwal tidur dan istirahat anak supaya tidak kekurangan
atau justru berlebihan. Pada waktu siang, hendaknya anak tidur seperti
biasanya supaya badan beristirahat setelah seharian beraktivitas.
Sore harinya, anak boleh melakukan aktivitas yang lebih banyak,
seperti berolahraga misalnya, tapi hendaknya dipilih waktu ketika
mendekati saat berbuka puasa.
Hendaknya ibu menyiapkan menu makanan berbuka yang bergizi dan
disukai anak, misalnya kurma yang dimakan langsung atau dimodifikasi
menjadi puding kurma, kue kurma, es buah kurma dan lain-lain. Hal ini
tentu akan makin menambah semangat anak. Apalagi,
kurma merupakan salah satu makanan yang mengandung gula sederhana yang siap dipakai oleh tubuh.
Selain itu, kurma mengandung kalori dan kalium tinggi yang mudah
diserap oleh tubuh, dan sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan anak. Jangan berlebihan dalam menyiapkan menu berbuka untuk
melatih anak supaya tidak makan berlebihan.
Menjelang tidur, kita bisa memberikan susu atau air madu untuk
menambah tenaga bagi anak kita setelah mereka banyak melakukan aktivitas
seharian. Berikan juga camilan padat gizi sebagai selingan atau boleh
juga menawarkan anak untuk makan lagi dengan porsi kecil.
Tentu setiap orangtua menginginkan yang terbaik bagi buah hatinya.
Tekad anak untuk bisa beribadah puasa tentu patut kita syukuri. Sebagai
orangtua, hendaknya kita tidak melarang anak-anak ikut berpuasa, tapi
justru harus mendukung tekad anak supaya puasa mereka berjalan dengan
lancar.
Terkadang ada yang melarang anak-anak berpuasa dengan alasan sebagai
bentuk rasa kasih sayang. Padahal, salah satu bentuk rasa kasih sayang
pada anak justru dengan memerintahkan mereka untuk mengerjakan
syariat-syariat Islam dan membiasakannya. Tentu saja dengan tetap
mempertimbangkan jangan sampai memberatkan atau memadharatkan anak-anak.
Tak perlu khawatir kesehatan anak akan terganggu karena menjalankan
ibadah puasa. Selain usaha-usaha yang ditempuh supaya anak tetap sehat
ketika berpuasa, jangan lupa untuk berdo’a demi kebaikan dan kesehatan
anak.
-Bersambung insya Allah-
Penulis : dr. Avie Andriyani Ummu Shofiyyah
Referensi :
1.Arief Mansjoer (editor) dkk. Buku Kapita Selekta Kedokteran UI Jilid
1. Tahun 1999. Penerbit Media Aesculapius, Universitas Indonesia,
Jakarta.
2.Cunningham, Mac Donald, Gant. Textbook Williams Obstetry Edisi 18. Tahun 1995. Penerbit EGC, Jakarta.
3.David B. Reuben, MD dkk, Buku “Geriatrics at Your Fingertips “. Tahun 2001. Penerbit Excerpta Medica, Inc. USA.
4.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Buku Manajemen Laktasi.
5.Dr. C. Triwikatmani, Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Tahun 2002. Penerbit PB PERKENI, Jakarta.
6.Dr. Widodo Judarwanto, SpA, “Kiat Aman Berpuasa untuk Anak”. Jawa Pos, 22 Agustus 2009.
7.Dr. Hambrah Sri Atriadewi, “Atasi Gangguan Pencernaaan Saat Puasa
dengan Konsumsi Kurma”. Healthy, edisi 01/tahun III/21 Agustus-3
September 2009.
8.Heidi Murkoff, dkk. Buku “Kehamilan, Apa yang Anda Hadapi Bulan per Bulan”. Tahun 2006. Penerbit Arcan, Jakarta.
9.Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Metode Pengobatan Nabi, Bab “Mencegah Kelebihan Makan”, Tahun 2008. Penerbit Griya Ilmu, Jakarta.
10.One Day Simposium “Chronic Heart Failure, diagnosis, current management and cardio preventive care” , Solo, 24 Agustus 2008.
11.Scott C. Litin, M.D (editor). Mayo Clinic, Family Health Book Edisi 1, Tahun 2009, Penerbit PT Intisari Mediatama, Jakarta.
Sumber : muslimah.or.id