Jumat, 22 Februari 2013

Resensi buku Soeharto Sehat



            Judul Buku                  : Soeharto Sehat
Pengarang                    : Asvi Warman Adam, dkk
Penerbit                       : Galangpress
Kota Terbit                   : Yogyakarta
Tahun Terbit                : 2006
Edisi                            : Cetakan I
Bahasa                         : Indonesia
Kolasi                          : 130 x 200 mm
Tebal Buku                  : 296 halaman
ISBN/ISSN                   : 979-24-9951-2
Subyek                                    : Sejarah Politik

Keunggulan buku        : Menceritakan kejadian dengan sumber yang bisa dipercaya, mengupas suatu perkara dengan teliti
Kekurangan buku        : Masalah yang dibahas cenderung menyudutkan suatu pihak, meskipun dalam buku sudah tertulis bahwa buku ini tidak menyudutkan pihak manapun
Ulasan buku :
Soeharto sebagai penguasa tunggal Orde Baru (Orba) telah banyak meninggalkan noda hitam bagi dinamika sejarah bangsa Indonesia. Sistem pemerintahan otoriter dan despotik dijalankannya diiringi merajalelanya korupsi, kolusi, nepotisme ketidakadilan serta kekejaman dan kesewenang-wenangan. Soeharto dengan ideologi Orbanya bahkan telah berani mengacak-acak autentisitas nilai-nilai Pancasila demi kepentingan hegemoni politiknya. Semua ketidaknyamanan, ketidakpuasan, instabilitas, dan semacamnya seperti tidak pernah keluar dan hanya mengendap 'di bawah karpet'. Justru tidak sedikit rakyat di masa reformasi ini, oleh karena tiadanya perubahan signifikan di berbagai sektor kehidupan, masih merindukan sosok yang dikenal dengan Bapak Pembangunan itu sebagai romantisisme masa lalu. Pertanyaannya kemudian, mengapa berbagai peristiwa seolah mengalami antiklimaks di tangan Soeharto dan masyarakat kurang menyadari terhadap hal itu?
Salah satu jawabannya adalah karena kepiawaian Soeharto dalam mengoperasikan ideologi Orba (orbaisme) yang mengejawantah setara agama yang bersifat absolut. Ideologisasi ini disusupkan lewat rasionalisasi setiap kebijakan Orba oleh barisan intelektual dan juga agamawan yang setia di sekitar Soeharto. Pada masa Orba berkuasa, demokrasi memang dibungkus dengan nama demokrasi Pancasila. Akan tetapi muatan dan isi demokrasi Pancasila tadi sudah didekonstruksi sedemikian rupa, sehingga yang ada hanyalah Pancasila dengan tafsiran versi Orba untuk mendukung kekuasaannya. Tragedi 30 September 1965 merupakan contoh paling nyata bagaimana Soeharto menyusupkan ideologinya tersebut. Ritual tahunan tiap September di masa Orba berupa pemutaran film Pengkhianatan G30S PKI, misalnya, seolah menegaskan bahwa Soeharto menjadi pahlawan yang sebenarnya dalam tragedi berdarah tersebut.Selain ideologi Orba yang begitu kuat tertancap pada masa pemerintahan Soeharto, sistem politik oligarki juga penting disorot untuk menguak borok pemerintahannya. Sistem politik oligarki berkaki tiga dengan didukung tiga komponen, yakni militer, istana, serta partai, berjalan dengan sukses. Sistem oligarki tersebut begitu ampuh mempertahankan hegemoninya, dan bahkan dengan setia ditiru rezim-rezim sesudahnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem oligarki yang dijalankan Soeharto adalah suatu kleptokrasi dan bukan demokrasi. Seperti kata Stanislav Andreski (1968), kleptokrasi merupakan suatu rezim yang tujuan utamanya adalah untuk merampok kekayaan negara yang dipimpinnya (hlm 177). Selain itu, Soeharto Sehat juga bercerita tentang nasib baik Bapak Pembangunan itu di masa tuanya. Begitu keluar Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) Soeharto oleh Kejaksaan Agung RI 12 Mei 2006, praktis tidak ada yang bisa mengganggu ketenangan Soeharto. Kegerahan banyak warga Indonesia tentang tidak diadilinya Soeharto sama sekali tidak mendapat respons.

1 komentar: